#02: tentang peran musik dalam hidup
11 Februari 2021
Halo, apa kabar?
Semoga kamu menerima surat ini dalam keadaan baik dan terutama sehat ya. Ga terasa ternyata udah beberapa minggu berlalu sejak surat pertamaku masuk ke kotak pesanmu. Buat teman-teman yang baru aja bergabung di surat kedua ini, selamat datang. Senang kita bisa bertemu di jurnal akar wangi!
Sebelum menulis jurnal pertamaku, aku sebenarnya memang lagi memikirkan tentang peran musik (tapi bukan musik yang aku buat) dalam hidupku. Ga kusangka ternyata beberapa pertanyaan retoris yang aku lempar di jurnal pertama (Untuk siapa sebenarnya aku bermusik? Kapan musikku menempati ruang dalam hidup seseorang?) mengundang banyak respon yang sangat menarik dari pembaca jurnal akar wangi, baik di bawah video maupun di kotak pesanku. Terima kasih banyak ya. Aku jadi kepikiran terus beberapa hari setelahnya (sampai kebawa mimpi hahaha) dan hari ini aku ingin sedikit berbagi tentang perenunganku yang ga terlalu dalem-dalem banget itu.
Setiap kali merenungi peran musik dalam hidup seseorang, aku selalu teringat pembicaraanku dengan seorang teman baik, yang kebetulan adalah fotografer dokumenter, edukator dan juga kurator yang sudah bergelut di dunia fotografi cukup lama. Waktu itu kami sedang diskusi soal dampak emosional/afektif dari karya seni, khususnya karya foto. Di tengah-tengah diskusi, temanku bilang,
“Aku selalu iri dengan musisi karena kalian bisa bikin musik yang punya dampak emosional yang lebih besar. Musik punya caranya sendiri untuk menyentuh seseorang, sampai ke jiwanya mungkin, dan menjadi sebuah pengalaman yang bukan hanya auditori atau musikal, tapi juga spiritual. Menurutku foto sebagai medium ga bisa seperti itu.”
Sejujurnya sebelum saat itu, aku belum pernah membandingkan karya foto dengan karya musik seperti itu, mungkin karena memang agak sulit sih membandingkan dua bentuk karya yang begitu berbeda. Tapi pembicaraan itu membuatku jadi refleksi lebih dalam lagi bagaimana aku mengalami musik dalam hidupku?
Tentu pengalaman musik itu luas, dalam, dan mungkin tak terbatas. Kalau mengingat kata-kata Ryuichi Sakamoto di Coda, musik ada di mana-mana, dalam bentuk yang mungkin tidak kita selalu definisikan sebagai ‘musik’: mendengar suara dedaunan di pohon terhembus angin di hutan kota, mendengar pecahan ombak jelang petang, suara jangkrik di luar jendela kamar mandi, mendengar dentuman misterius sesaat sebelum kata dentuman menjadi trending di twitter, dst dst. Tapi jika aku sempitkan perenunganku hanya pada musik yang berbentuk lagu-lagu, yang bisa aku dengarkan di CD, radio, platform digital, dan penampilan musik live, hm… bagaimana aku mengalami musik selama ini ya?
Terkadang aku melihat musik, atau sebuah lagu, sebagai sebuah pertemuan. Kalau kita pikir-pikir, tidak semua orang akan menyukai musik yang sama, bertemu lagu yang sama, atau tersentuh oleh lirik yang sama. Ketidakpastian itu, yang mengandung unsur misteri di dalamnya, membuatku melihat setiap lagu sebagai pertemuan dengan sebuah cerita, dan setiap orang (dengan pengalaman hidupnya masing-masing) akan menemukan cerita yang ia cari. Pernah ga sih kamu dengar sebuah lagu dan respon kalian biasa aja, lalu beberapa tahun berlalu, di sebuah fase kehidupan yang berbeda dengan emosi yang berbeda kamu denger lagu yang sama dan tiba-tiba kamu seperti menemukan karya yang begitu memahamimu? Di saat-saat seperti itu, sebuah lagu bisa terasa seperti cermin buatku. Atau bak air yang tenang, di mana aku bisa melihat bayanganku sendiri dengan begitu jelas di sana. Pengalaman seperti ini, mungkin ga bisa aku identifikasi langsung sebagai pengalaman yang benar-benar ‘spiritual’ seperti kata temanku, tapi sebagai pengalaman manusia, pengalaman bercermin melalui sebuah karya membantuku merasa kalau aku tidak sendiri, yang setelah kupikir-pikir adalah perasaan yang cukup penting untuk dimiliki agar seseorang bisa menumbuhkan empati.
Di salah satu siniar yang baru aku dengarkan tentang musik pop, pembawa acaranya bercerita bagaimana musik bisa membahasakan hal-hal (perasaan, pengalaman, cara pandang) yang sebelumnya tidak bisa kita bahasakan sebelumnya. Seperti meminjamkan kata, memberi bentuk pada rasa yang ada dalam diri kita tapi belum bisa kita artikulasikan sebelumnya. Sering sekali musik mengisi peran ini dalam hidupku. Ada banyak musik yang aku suka, bahkan bukan cuma meminjamkan kata atau melodi atas perasaan yang belum bernama dalam diriku, namun juga membawaku ke ruang, tempat, pengalaman bahkan perasaan yang baru, yang sebelumnya aku ga pernah menyangka akan pernah merasakannya.
Dan di saat-saat yang gelap seperti di masa pandemi ini, musik mungkin lebih sering jadi pengingat untuk aku tetap bisa merasa. Banyak hal yang aku pelajari dalam hidup 10 tahun ke belakang yang menjadikanku agak seperti… seperti apa ya? Seperti batu, mungkin? Kalau senang, ga terlalu, dan kalau sedih, ya secukupnya. Sebenarnya kecenderunganku untuk biasa-biasa saja menanggapi kehidupan cukup jadi tantangan untuk menulis lagu, kadang aku merasa tidak ada hal yang cukup melekat, cukup ‘dramatis’ atau ‘emosional’ untuk aku ceritakan ke dunia. Sebab hidup memang terasa biasa-biasa saja. Hahaha.
Tapi baru-baru ini aku nonton sebuah serial drama Korea (dan menyelesaikannya, menjadi drakor pertama dalam hidupku yang aku tuntaskan, wow!) dan secara mengejutkan aku sangat sangat terikat dan tenggelam secara emosional di setiap episodenya, bahkan sampai selalu sesenggukan hampir ngabisin satu pak premium bamboo tissue (yang jadinya ga ekologis juga sih) setelah season ini selesai. Aku merasa mungkin banyak perasaan yang selama ini aku endapkan, diamkan, lalu kusimpan dalam-dalam untuk dibiarkan menyatu menjadi bagian dari diriku yang terkadang butuh tarikan untuk sesekali memunculkan dirinya ke permukaan, hingga akhirnya bisa pelan-pelan aku lepaskan. Sewaktu aku terbawa dalam kesedihan cerita yang disajikan dalam sebuah drama, mungkin sebenarnya aku sedang menangisi ceritaku yang selama ini aku pendam. Dan memang anehnya, setelahnya ada perasaan lega yang benar-benar tidak bisa aku jelaskan.
Ada banyak juga musik yang mengisi peran serupa dalam hidupku. Aku sendiri tidak percaya bahwa hanya dengan mendengarkan musik saja kita bisa benar-benar sembuh dari luka batin yang kita rawat dalam diri kita (perlu kerja keras dari diri kita sendiri dan bantuan dari support system untuk bisa benar-benar sehat dan bahagia luar dalam). Namun yang pasti, tak bisa dipungkiri kalau musik bisa membantu kita untuk lebih merasa, untuk lebih peka, untuk lebih mendengarkan.
#02: tentang peran musik dalam hidup
Tautan ke lagu-lagu yang disebut di dalam video:
Place to Be -Nick Drake
saman - Ólafur Arnalds
Karolina - Sore
Claire de Lune - Claude Debussy
Putih - Efek Rumah Kaca
Masih di sini mempersiapkan rilisan berikutnya. Pakai topi biar keliatan mandi.
Jaga kesehatan ya.
Salam hangat dari Bogor yang setiap harinya hujan,
hara