10 Juni 2025
Halo,
Apa kabar teman-teman? Sudah separuh tahun 2025 berlalu yang berarti ulang tahunku baru saja berlalu pula~ Selamat ulang tahun untuk kita semua yang berulang tahun di bulan Juni kecuali Soeharto!
Jurnal akar wangi terakhir yang masuk ke kotak pesanmu sudah sekitar setahun yang lalu ya? Selain Benang Merah Podcast ternyata jurnal ini lama-lama juga jadi jurnal tahunan haha. Memang konsekuensi hidup di dua (atau tiga?) dunia adalah tidak bisa hadir sepenuhnya di semuanya, begitulah. Meski sudah lama tak bersua, aku berharap saat kamu membaca tulisan ini, kabarmu sedang cukup baik, cukup sehat, dan cukup bahagia dengan segala yang dipunyai hari ini.
Sarapan telur di hari ulang tahunku, 7 Juni 2025. Photo by Ben Laksana.
Musim dingin adalah musim favoritku untuk bersepeda. Wellington, June 2025. Photo by Ben Laksana.
Hm… Mulai dari mana ya? Setahun ini terasa seperti satu dekade dan sejak akhir tahun lalu, setiap bulan terasa seperti satu tahun lamanya. Apa kamu merasakannya juga? Aku pernah baca di postingan orang random pas lagi doom scrolling, kalau setelah 2019, hidup kita cuma sekadar bertahan/adaptasi. Aku rasa ada benarnya sih persepsi seperti itu. 24/7 vigilant mode membuat 24 jam terasa tegang dan panjang. Belakangan hidup rasanya semakin jauh dari life as we know it dan jika 70% tubuh manusia adalah air, mungkin 50% air dalam tubuhku adalah air mata dari duka-duka (pribadi maupun dunia) yang terpaksa ku pendam selama lima tahun terakhir. Tidak jarang aku menemukan diriku termenung di kamar mandi, sambil mikir, bagaimana sih caranya hidup? How do you live?
Sebuah sore di awal musim dingin. Wellington Waterfront, Mei 2025.
Pemandangan saat menunggu makan siang. Lyttleton, Januari 2025.
Kadang aku berpikir siapalah aku untuk bisa punya persepsi yang pesimistik mampus kayak gini, apalagi setelah merefleksikan semua kemewahan yang diberkahi hidup buatku. Tapi rasanya kontradiksi inilah yang bikin aku mual dan susah tenang. Namun anehnya, di sela-sela momen gelap itu, aku masih terus diingatkan kalau hope is a movement (secara figuratif dan literal). Harapan memang lebih terasa kehadirannya dalam gerakan, yang berwujud komunitas juga sebagai proses yang terus mengada dan bergerak; sebuah perjalanan menuju. Aku bersyukur karena pengingat akan harapan ini terus muncul (tanpa aku minta) dan mengetuk di saat-saat yang paling aku butuhkan, bentuknya pun beragam; pembicaraan orang sebelah di kedai kopi yang ga sengaja aku dengar, wawancara dengan mahasiswa yang sedang menyelesaikan tesisnya bertopik musik dan social change, membaca ulang bab The Consolation of Water Lilies-nya Robin Wall Kimmerer di bukunya Braiding Sweetgrass, diundang ke makam malam perayaan 20 tahun sebuah toko buku anarko di Wellington, melihat kita semua menolak untuk mati rasa di tengah semua kekacauan yang ada, dan masih banyak lagi. Karena peristiwa-peristiwa kecil ini (dan kasih sayang dan dukungan tak berkesudahan dari Ben, keluarga, teman-teman baik dan semua yang merawatku dalam kesehariannya) aku masih cukup sehat jiwa raga dan bisa menulis jurnal kali ini hehe. Tapi kembali lagi ke awal ceritaku, sejak akhir tahun lalu, pikiran yang cenderung lebih gelap ini ternyata bukan cuma dipengaruhi hal-hal sosio-kultural yang mempengaruhi dunia kita hari ini, tapi juga datang dari dunia kecilku sendiri.
Diajak jalan-jalan ke makam Marx bareng Fildzah dan Rio. London, April 2025.
Sejak Oktober lalu, aku merasa ada yang agak janggal dengan tubuhku. Aku merasakan kelelahan yang hebat, yang bener-bener di luar biasanya, rasanya kayak selalu pengen pingsan di akhir hari. Lalu, parahnya, kondisi ini mempengaruhi psikis dan semangat hidupku. Pikiran-pikiran yang gelap juga depresif di atas semakin teramplifikasi dan walau terdengar super lebay, seberapa kuat aku berusaha (untuk bersyukur wkwk), aku (saat itu) tetap sulit melihat terangnya hidup. Ben bilang, aku itu kurang semangat karena kurang bermusik aja! Ayo bermusik lebih sering lagi!! Harus semangat!! Dia bilang. Keren. Motivator. Akhirnya di bulan Februari aku manggung setiap akhir pekan dalam rangka fundraising untuk Justice for Palestine. Panggung-panggung kecil dan hangat itu cukup mengisi hatiku dan terasa bermakna, tapi sayangnya tubuhku semakin kelelahan dan pada akhirnya kembali ke mode gelap dan berat itu lagi.
Selain itu, bagian sebelah kanan perutku terasa sakit, tapi bukan sensasi GERD yang sering aku rasain sebagai penyintas haha. Sakitnya menusuk tajam dan timbul tenggelam selama berbulan-bulan. Aku kira usus buntu, mungkin? Okelah daripada stress nge-google terus dan jawabannya selalu kanker, atau nunggu sampai ususnya meledak di dalam kayak kasusnya Ben dulu, mari segera ke dokter untuk cari tahu lebih lanjut si sakit perut ini. Sialnya, di New Zealand untuk daftar dan dapat janji dengan dokter itu susahnya bukan main–dengan segala kekurangannya, luv bpjs :(. Pas aku coba daftar, ternyata appointment terdekat itu 1 bulan dari hari aku mendaftar. Berhubung sakitnya timbul tenggelam dan sudah berlangsung berbulan-bulan juga, aku daftar aja deh.
Pas tibanya hari ketemu dokter, eh suasana April Mop dong, sakitnya pas lagi tenggelam haha. Jadinya agak susah juga ya untuk mendeskripsikan jelas bagaimana dan di mana letak rasa sakitnya? Untungnya, dokternya tetap ngasih rujukan untuk scan dan tes ini itu buat si rasa sakit ghoib ini. Akhirnya sebulan berlalu dan hasil-hasil tes itu keluar juga: di bagian perut dan organ-organ di sekitarnya ga ada keganjilan, alhamdulillah, tapi hasil scan intra-vaginal menunjukkan ada kondisi yang, hmm, kita sebut aja “kurang baik” di area rahim yang membuatku cukup terpukul, ditambah ternyata jumlah ferritin-ku (protein yang menyimpan zat besi dalam darah) rendah banget banget (di bawah batas rendah New Zealand). Kemungkinan besar kondisi ferritin ini jawaban atas kelelahan hebatku beberapa bulan ini, yang mana membuktikan bahwasanya si Ben ternyata kemarin-kemarin itu Batak toxic positivity jir hahaha tapi aku memaafkannya karena datangnya dari rasa kasih sayang~
Si paling semangat. Wainuiomata, Februari 2025.
Anyways, long story short, dokterku pindah keluar negeri ga bilang-bilang dan setelah menunggu berbulan-bulan lagi untuk dapat appointment dengan dokter baru, ternyata dokter barunya kurang asik dan agak dismissive, akhirnya karena kondisiku ga kritis-kritis amat, aku memutuskan untuk fokus merawat kesehatan secara holistik aja dengan terapi ayurveda dengan seorang praktisi ayurveda yang juga menekankan pendekatan sains dan medis. Proses pemulihannya panjang, cukup ribet, mengandung mimpi-mimpi liar dan darah bulan dan ini semua masih berlangsung, aku baru sampai ¾ dari perjalanan ini. Tapi sejauh ini, aku bisa bilang alhamdulillah kondisi aku sangat amat membaik, saking membaiknya, Ben (yang katanya si manusia paling “rasional”) mau coba ayurveda juga beres tesis haha, mamam tuh toxic positivity~
Si paling gak semangat haha. Wainuiomata, Februari 2025.
Kalau soal kondisi rahim, kemungkinan besar itu bukan sesuatu yang baru muncul satu dua bulan terakhir, tapi soal sakit perut ghoib itu, menarik sih. Karena pas aku cuti tiga minggu di UK untuk manggung dan liburan, hilang loh rasa sakit itu hahaha sama sekali ga ada munculnya! Apa mungkin aku terlalu semangat dan bahagia karena tidak harus bekerja, jadi ga merasakan apapun ya? Mungkin. Tapi aku memang sedang banyak merenungi setahun ke belakang, khususnya bagaimana bekerja penuh waktu di sebuah kantor mengubah diriku. Sebagai musisi dan pekerja kreatif yang terbiasa dengan freelancing/kerja berbasis project, harus aku akui kalau setiap harinya masih terasa seperti melawan diri sendiri (benih-benih perasaan ini sudah aku singgung di jurnal tahun lalu). Aku kira setelah satu tahun berlalu, aku akan terbiasa. Ternyata, ga juga. Rasanya malu untuk mengakuinya, tapi aku sempat curhat ke teman baikku, Sandra, soal perasaan ini, dan ia memvalidasi perasaanku (dan aku merasa begitu lega setelahnya hehe kadang curhat itu cuma buat cari validasi ga sih?!). Bahwa menjalani hidup tidak sepenuhnya dan seutuhnya sebagai diri kita adalah sebuah duka dengan sendirinya. Aku jadi teringat kata-kata Anaïs Nin, “when one is pretending, the entire body revolts.”
Instagram ibu-ibu. London, April 2025. Photo by Sandrayati.
Sejak kecil, orang tuaku selalu memberkahiku dengan kemerdekaan untuk memilih jalan hidup yang aku cintai. Akibat dari intensi baik ini, aku selalu merasa hidup bisa berjalan seperti yang aku inginkan asal aku benar-benar memperjuangkannya (dengan berbagai modal dan segala privilese yang menopangku dari lahir tentunya). Tapi ternyata, kemewahan inipun tidak sepenuhnya cukup untuk mempersiapkan aku menghadapi dan sepenuhnya menerima konsekuensi dari pilihan-pilihan hidupku saat ini, yang sedikit banyak terhimpit oleh keadaan juga keterbatasan kesempatan di negeri orang. Hatiku belum cukup lapang untuk menerima hidup yang tidak sepenuhnya selaras dengan panggilan batinku, dan setiap harinya terasa seperti olah raga juga batin, mengendurkan otot-otot hatiku yang kecil ini untuk bisa lebih luas, besar dan dalam untuk menerima hidup dari segala arahnya, tanpa terkecuali.
Lake Tekapo, Januari 2025.
Setahun ke belakang, I have seen the worst and also the best of me. Di hari ulang tahunku, aku menangis. Bahagia karena hidup bersama Ben dan dapat hadiah kue lucu. Tapi juga sedih karena aku ingin “pulang”. Tak pernah aku membayangkan betapa perkara pulang kini tak semudah itu. Satu jam terakhir sebelum jam dua belas malam mengakhiri tanggal tujuh, aku terlentang di atas ranjang, dalam balutan selimut tebal dan heater kecil yang menyala dari sudut kanan kamar. Kamarku hangat, sedikit lembab. Perlahan air mata mengucur pelan dari sudut kanan kiri mataku. Keadaan hari ini memang bukan pilihan terburuk tapi bukan pula yang terbaik untukku. Berlebihan sih. Kurang bersyukur. Tiga lima, tua juga. Aku harus menunda mimpi-mimpi kecilku. Kapan ya bisa rekaman album penuh hara? Sewa studio di sini mahal banget atau aku yang kurang kaya? Kenapa manusia harus punya mimpi? Sepertinya punya mimpi ga sepenting itu. Hidup bukan untuk mengejar kebahagiaan, yang utama, ketenangseimbangan. Ga sabar sarapan telur besok pagi, terus minum kopi! Aku bisa punya anak ga ya? Kapan Palestina merdeka dan kenapa dunia bisa membiarkan Israel mendajjal seenaknya? Entah berapa tahun yang akan aku butuhkan untuk mengendapkan perasaan ini, tapi aku yakin suatu hari aku bisa menuliskannya dalam sebuah lagu. Kayaknya hidupku kurang praxis deh setahun ke belakang? Tapi refleksi kan bagian dari? Aku sedang mengayuh pelan, mengayuh pelan. Sebab hidup terlalu singkat untuk diburu-buru. Aku mau punya anak ga ya? Besok sepertinya badai. Males naik sepeda kalau hujan. Semoga Ben lancar tesisnya dan bisa submit akhir bulan ini. Tiga lima, tiga lima. Hidup masih mungkin bahagia. Turut berduka untuk semua mimpi-mimpi yang tertunda. Bahagia itu apa? Turut berduka untuk semua mimpi-mimpi yang tertunda. Turut berduka untuk semua mimpi-mimpi yang… dan aku terbangun. Hari ini tanggal delapan. Selamat ulang tahun untuk kita semua yang berulang tahun di bulan Juni kecuali Soeharto.
Birthday cake lucu dari Ben. Wellington, June 2025.
Salam hangat dariku yang perlahan membaik,
hara
"You can cut all the flowers, but you cannot keep spring from coming” - Pablo Neruda. Oxford, April 2025.
Berikut beberapa hal yang sedang aku sukai:
The Sameer Project untuk mutual aid yang langsung terhubung dengan masyarakat di Gaza. Kalau kalian sedang ada rezeki dan ingin sumbangsih mutual aid, aku sangat merekomendasikan mereka.
Kalian bisa juga follow The Quiet Collective, untuk ikutan klub bacanya, partisipasi dalam mutual aid untuk Palestina maupun kelompok rentan di Indonesia.
Al-Rifaq, project penerjemahan tulisan (op-ed, analisis, teori, dst) berbahasa yang ditulis oleh akademisi, jurnalis, dan penulis Arab ke Bahasa Inggris.
“The purpose of this collective is to make Arabic political commentary, analysis, and theory accessible to Western and English-speaking readership. Our work with Arabic texts focuses on contemporary or recent analysis produced by the radical left and revolutionary currents of Palestine and the Arab world”
Album ,,, as long as i long to memorise your sky ,,, oleh elijah jamal asani:
Salah satu band New Zealand favoritku Womb, lagu One is Always Heading Somewhere dari album terbarunya bener-bener heavy rotation di rumah tangga ini. This song makes me feel all the feelings!
Buku Mimi Lemon karya Cyntha Hariadi. “Hidup ini sudah menyedihkan, tapi kita jangan.” Bisa jadi inspirasi tato.
Bolpen Frixion Ball Clicker 07 by Pilot. Bolpen yang bisa dihapus?! Ada penghapusnya di atasnya tapi ga bikin kertas bolong kayak waktu SD!
Akhirnya aku bisa perlahan mengurangi penggunaan kapas sekali pakai sejak nemu Nawrap Japanese Face Cloths yang kebetulan lagi sale di toko kelontong ujung Cuba Street. Kurang cocok kalau pakai toner tapi kalau buat bersihin muka menurutku bersih banget. Sekarang tinggal cari facial rounds yang lembut dan tahan lama~
Sejak bulan Mei, aku susah tidur karena Ben susah tidur. Tapi karena aku harus kerja pagi jadi aku ga mungkin kalau ga tidur sampai dia submit tesis haha. Akhirnya aku cobain suplemen Sleep and Mood yang ingredients-nya Saffron dan Magnesium as Bisglycinate dan sejauh ini berfungsi banget untuk tidur lebih lelap dan ga kebangun-bangun. Aku minum ini di weekday dan skip di weekend, berharap ga perlu minum ini lagi sih setelah Ben lulus haha!
Kalau buat Ben, karena dia lagi susah fokus padahal dikejar waktu, aku coba beliin dia suplemen Lion’s Mane yang terbuat dari jamur yang bentuknya kayak singa putih itu haha. Mungkin placebo effect, tapi katanya berfungsi dan bikin fokus lebih panjang.
Kalau kalian, lagi suka baca/dengerin/pakai apa? 🙂
Kabar hara
Kabut Putih - hara & frau untuk Dialita
Kabut Putih adalah sebuah lagu yang ditulis oleh Zubaidah Nungtjik A.R. tahun 1971 dari dalam Kamp Plantungan, tempat pengasingan tahanan politik perempuan korban tragedi 1965. hara pertama kali membawakan ulang lagu ini pada tahun 2021 dalam rangka menyambut rilisnya film dokumenter tentang Paduan Suara Dialita, berjudul Lagu Untuk Anakku karya Shalahuddin Siregar (2022). Tahun 2023, hara mengajak frau untuk membawakan lagu tersebut dalam Konser Kenduri di Yogyakarta. Setahun berlalu sejak konser itu, hara yang kini bertinggal di Wellington & frau di Yogyakarta, akhirnya memutuskan untuk merilis lagu Kabut Putih dengan aransemen yang baru. Kabut Putih versi terbaru ini untuk pertama kalinya diperdengarkan kepada Dialita pada 6 Oktober 2024 dan dirilis untuk umum pada 25 Oktober 2024. Kabut Putih merupakan sebuah lagu yang begitu indah dan menguatkan, membawa pesan harapan serta daya juang yang tumbuh di tempat yang begitu menantang—suatu kekuatan yang kita butuhkan untuk bisa terus merawat kehidupan hari ini. Semoga lagu ini bisa menjadi pengingat juga kado kecil untuk Dialita dan para penyintas tragedi 1965, bahwa kita akan selalu ingat, selamanya.
Tentang #KaryaTumbuhKabutPutih
Rilisnya Kabut Putih adalah upaya estafet merawat ingatan 1965 melalui musik yang berdiri di atas kerja-kerja penting sebelumnya: Dunia Milik Kita (2016) yang digarap oleh Mas @woktherock dan teman-teman & Salam Harapan (2019) yang diproduseri Mba @_sabonita & Mas @p.b.adi.
Sebagaimana karya-karya sebelumnya telah menyentuh kami, kami berharap Kabut Putih bisa menjadi karya tumbuh bersama yang kita rawat sepanjang hayat. Merilis lagu hanyalah awal dan perjalanan panjang mengingat dan merawat harapan. Dan sekarang, kami turut mengundang kalian semua untuk menjadi bagian dari perjalanan ini!
Karya Tumbuh Seumur Hidup kami menyebutnya! Panggilan terbuka untuk membuat karya tanggapan atas Kabut Putih ini tak dibatasi tenggat waktu: ia seumur hidup, dan tidak pula dibatasi pada bentuk karya tertentu.
Semoga setiap karya yang tumbuh dari Kabut Putih bisa menjadi hadiah yang terus memberi kebahagiaan-kebahagiaan kecil untuk Dialita, keluarga dan penyintas 1965 dan siapapun yang sedang mencari harapan dan membutuhkannya—a gift that keeps on giving.
Raih Tanahmu - hara & Nosstress
Video by Baskara Putra, Ben Laksana
Beribu terima kasih kami haturkan untuk lima ratus teman-teman yang sudah mengirimkan video untuk video musik Raih Tanahmu. Benih-benih harapan akan terus tumbuh, karena kita merawatnya bersama-sama.
21 November 2024 adalah Hari Pohon Sedunia 🌳
Kami merayakannya dengan merilis sebuah lagu berjudul Raih Tanahmu. Untuk begitu banyak pohon yang telah merawat kami, untuk tangan-tangan petani, pejuang konservasi dan pemulia tanah yang terus merawat dan menghidupi setiap nafas kami, untuk masyarakat adat dan banyak keluarga yang sedang melawan dan bertahan untuk kedaulatan atas tanahnya, untuk kita yang saat ini hanya bisa bermimpi punya sepetak tanah & mengupayakan rumah kecil nan sederhana itu, untuk masa depan generasi setelah kita yang patut kita perjuangkan setiap harinya, “raih tanahmu, ruang hidupmu.”
Beberapa #panggunghara di 2025:
hara, for Palestina. Bonnie, Jared and Calum’s. Wellington, 16 February 2025. Photos by Ben Laksana.
hara, for Palestina. Whatever Palace. Wellington, 23 February 2025. Photos by Ben Laksana.
hara for Sundown Session #12. 13 Garret Street. Wellington, 13 March 2025. Photo by Ben Laksana.
hara, opening for seeing through a murky gaze, an analogue film festival steeped in seaweed. Wellington, 3 March 2025. Photo by Ben Laksana.
hara, a secret garden gig, a collaboration with Conny Irawati Hesse Foundation. Aldenham, UK. 12 April 2025. Photos by Kristian Edianto.
Skoll World Forum, Oxford, UK, 1-4 April 2025.
Supporting act for Big Sigh, Palliser Palace, Wellington, 3 May 2025. Photo by Ben Laksana.
dan panggung berikutnya, opening act untuk perilisan album, Lake South pada 27 Juni 2025 di Meow, Wellington. Setelah itu, rehat dulu biar lekas pulih ❤️🩹
hallo, rara-wawa. ini tchul. salam sehat & semangat. insyaAllah semakin membaik. hati kecilmu paling tau mau dan perlu apa, dengan proses konsolidasi tentunya. in case tersandung/stuck di sikon yg serupa, perlu identifikasi pemicu 'mual' yg paling utama, diurai. setelah ketemu, langkah pertama stop/reduksi OVT. enjoy the present. kalo belum berhasil, langkah temporary nya bisa taking a break dr rutinitas, cari distraksi dgn ngulik hobi lama/bakat2 terpendam lainnya yang pasti banyak :)). jika langkah 2 ini hanya bisa sementara dan gejala sering muncul lagi, maka final battle nya tersisa dua. 1) lawan dgn menuntaskan/menyelesaikan (overcome) inti masalah. ya, memang ga semua bisa sekaligus tuntas, dan ga semua item ada solvingnya. maka, menurut saya pribadi, bisa 2) stop & letting go. kadang, karena sikon "gelap" tadi, kita jadi ga sensitif terhadap sinyal semesta yang mengarahkan kita untuk back on track pada garis takdir. jangan2 semua ganjalan selama ini ingin bahwa kita geser haluan atau reorientasi jalan. karena ketika opsi 2) ini dipilih, tentu tidak akan apa2 sama sekali. jangan takut. asal konsolidasi sama diri dan komunikasi sama partner. nanti di masa2 transisi ketika perlahan mendapat momentum ketenangseimbangan yang relatif stabil, pada satu titik bakal tersenyum paham "oh ini maksudnya. oh ini hikmahnya. dsj." kurleb begitu, mudah2an sedikit memberi perspektif bahwa kita perlu memberi pemakluman terbesar bukan pada orang lain, tp ke diri sendiri. kadang kita lupa itu. naon nya, debu kosmik ini teh terlalu kecil untuk dipuja, namub terlalu berarti untuk diabaikan. karena tanpanya, semesta ga akan punya arti. indah, bukan? rasanya nurul dan fikri kita ga akan pernah bisa ngejar & paham the true motive/the ultimate goal-Nya.
Juga, salam buat sandra kalau yg dimaksud adalah S.K. :)) salam gali dari schzphrn.
dan, SUT!
jurnal paling amburadul-ekspresif-tumblr vibes. selamat ultah, mama Fuko🌋